Fenomena akhwat warna warni ?
Mengutip salah satu komentar dari senior yang sudah
tidak berkutat di dakwah kampus tentang kondisi kampus saat ini,
"Kondisi kampus saat ini jauh berbeda ya. Zaman
kami dulu jarang ada akhwat warna-warni tapi sekarang Masya Allah"
statement itu disampaikan kepada salah satu sahabat
saya yang juga satu angkatan dengan saya. Dia menjawab dengan diplomatis,
"Li kulli
marhalatin ahdafuha, li kulli marhalatin rijaluha ... dalam setiap tahapan
da’wah memiliki tujuan dan rijalnya masing-masing "
Sebagai generasi 80-an hehe. tanggal lahir saya memang
sedikit nanggung (1989) sehingga sering diplesetkan generasi 80-an. Saya memang
sempat mencicipi perjuangan bersama kawan-kawan yang tidak warna-warni.
Kakak-kakak kami saat itu (akhwat.red) memang bisa dibilang jarang berwarna. Eh
kata siapa? putih, hitam, biru dongker, cokelat dongker kan juga warna ?
iya memang benar warna-warna tersebut juga masuk kategori berwarna. Tidak salah
koq. Tetapi yang saya maksudkan saat ini adalah style-nya yang sudah berbeda.
Seperti statemen salah seorang senior di atas yang mengatakan warna-warni, saya
pikir maksud dari statemen di atas adalah lebih kepada mode. Kalau saya melihat
memang akhwat saat ini lebih modis dan "berani" dalam memakai busana
yang berwarna terang, ngejreng, dsb. sebagai angkatan 80-an, saya juga sempat
mengamati bahwasannya kakak-kakak saya dahulu sederhana dan zuhud namun tetap
serasi, dalam hal warna busana yang digunakan juga jaraaaang sekali saya
melihat ada yang menggunakan warna-warna terang, ngejreng, dsb.
Lantas, pertanyaannya mengapa ini menjadi fenomena di
kalangan aktivis dakwah ?
apakah iya ini fenomena ?
mari kita kroscek kembali keterkaitannya
Pertama, kalau memang perubahan itu terasa, bukankah
mode busana saat ini juga berubah, setiap tahun ada saja butik atau designer
yang mengeluarkan mode baru. yang "mengkonsumsi" produk ini pun
mungkin bukan hanya aktivis dakwah (ibu-ibu maupun mbak-mbak) tetapi juga
kalangan umum (ibu-ibu maupun mbak-mbak) juga menggunakannya. Bedanya, dulu
tuh belum muncul atau belum ada lakon-lakon akhwat dalam sinetron atau
film. Paling juga artisnya hanya memakai busana muslim di sinetron saja, di
luar sinetron ya dia kembali seperti kesehariannya. Kalau sekarang, ada
lakon-lakon yang memang mencari pemeran yang asli sudah berjilbab rapih, bahkan
ada test baca Qur'an dan kemampuan bahasa asing juga agar serasi dengan lakon
yang dibuat oleh penulis. Nah, bisa jadi aktivis dakwah tersulap oleh lakon
yang ada dalam sinetron atau film ini, yang muslimah, rapih, modis tapi juga
shalehah. Bahasa gaulnya mungkin terobsesi dengan keindahannya sehingga mencoba
meniru. Nah....
Kedua, jika penampilan dikaitkan dengan militansi dan
keshalihan, saya rasa ini yang berat untuk mengukurnya. Apakah yang lebih zuhud
atau yang lebih modis yang lebih shalih dan amanah, hmm... terlalu terburu-buru
untuk menjustifikasi hal ini. Stop!. Mari kita bercermin dari hadits Rasulullah
Muhammad SAW
Dari
Abu Hurairah Ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Takutlah
dengan berburuk sangka,
karena
buruk sangka itu sedusta-dustanya perkataan.
Janganlah
memata-matai, mencari-cari kesalahan orang,
menyaingi,
saling mendengki, saling bermusuhan
dan
saling mendendam.
Dan
jadilah kamu sebagai hamba Allah yang bersaudara."
[HR.
Muslim]
Jadi, kita tak boleh buruk sangka ya terhadap saudara
kita. (catet!)
yang kedua, buat kita yang hidup setelah
masa 80-an kita renungkan juga nih hadits berikut ini,
Dari
Abu Hurairah Ra, Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupamu
dan kekayaanmu,
tetapi
Allah melihat hatimu dan amal perbuatanmu."
[HR.
Muslim]
Allah tidah mellihat kepada rupa kita, atau penampilan
kita semata tetapi Allah melihat hati dan perbuatan kita.
Jadi kalau masih merasa belum sesuai antara penampilan
luar dengan hati dan perbuatan ya introspeksilah...
Introspeksilah kedekatan kita dengan Allah.
Bagaimana :
·
Ibadah wajib dan ibadah sunnah
·
thoharoh
·
semangat tholabul 'ilmi
·
sedekah
·
jihad melawan maksiyat dll,
ingat, kita jangan meremehkan maksiyat ya,
karena sekecil apapun maksiyat
itu artinya kita telah berani menantang Allah
Na'udzubillaahi min dzalik.
Semoga Allah
mengistiqomahkan kita di jalanNya.Aamiin Yaa Rabbal 'alamin.
Lembayung
Andalusia
Solo 16 Mei 2012
Wah, nice post mba', semoga bisa mengingatkan semua )^^(
BalasHapus